Jogja itu Candu

Pergi ke Malioboro adalah salah satu cara kalau kamu mau melihat realita tentang toleransi dan keberagaman.
Sebut saja Garis keberagaman,
di garis ini mobil-mobil kelas atas harus rela berbagi tempat dengan andong, becak, dan pit-pit onthel.

Pasar tradisional pun tak kalah sombong bersanding dengan modernisasi mall.
Pecel pincuk lima ewuan kudu bersaing dengan makanan siap saji ala kebarat-baratan.

Saksi-saksi penting sejarah kehidupan Kota Yogyakarta yang tiket masuknya tak seberapa pun mau tak mau harus bersanding dengan wahana gesekan kartu.

Keringat-keringat bule pun sama asinnya dengan keringat wajah-wajah lokal.
Bentuk nyata keromantisan dari berbagai genre lagu-lagu cinta, bisa kamu temukan di garis ini.

Jangan lupakan agungnya masjid pusat Jogja dan gereja yang jaraknya bersahabat.
Rentetan jadwal parade berbagai kultur terangkai rapi, dari parade barongsai, parade brigadir, sampai parade marcing band.

Seriuh apapun Kota Yogyakarta,
Seberapa banyak perombakan Malioboro,
Aku tetap sepakat, bahwa Jogja itu romantis.

"Karna ketika kamu bercerita tentang jogja,
kamu sedang bercerita tentang kisahmu sendiri"
Malioboro, Yogyakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Business Model Canvas

Mau tak mau, kamu telah membaca tulisan ini